Selasa, 26 April 2016

silaturahim yang "kedua"

Bercerita, ngobrol, dengan kedekatan hati dan perasaan. Itulah yang aku rasakan ketika membersamai #pakfari. Dan inilah yang akan selalu aku rindukan. Aku telah mengenal banyak “bapak”. Dan #pakfari ini berbeda. Aku “punya” #pakudin dengan gaya khasnya. Aku punya #sanggurutimur dan #sanggurubarat untuk mengobrol dan bercerita serta bercanda. Atau aku juga punya #sanggurutimurjauh atau #sanggurutengah. Tapi #pakfari punya kekhususan dalam hal ini. Semuanya baik, tapi aku bisa merasakan hal yang beda. #pakfari asli kalimantan, mungkin ini yang sangat membedakan. Pokoknya aku suka. Aku suka. Sekali lagi, kerinduanku “komunikasi” antara bapak dan anak, itulah yang mendorongku.  Bukan yang lain. Semoga aku bisa mempraktikannya dengan bapak ibuku, di sana, di kendaldoyong. Aku tak bisa melakukannya; menceritakan apapun, menanyakan sesuatu pada beliau. Aku tak bisa.. sedih.... sedih...

Perjalanan silaturahim yang kedua, demikianlah aku menyebutnya. Sebenarnya bukan yang kedua, melainkan yang ketiga. Kenapa kedua? Silaturahim yang pake “maksa” untuk diperbolehkan menginap. Perjalanan silaturahim ini ke #pakfari #sangguruselatan.

Perjalan ini telah aku rencanakan beberapa hari sebelumnya dengan “memaksa” untuk diperbolehkan menginap lagi. Aku tak tahu, sebenarnya tanggal 13 April aku telah bersua dengan #pakfari di pudakpayung. Aku ingin merasakan “aura” istananya lagi. Atau ingin makan gratisan??? Hehe... entahlah, kali ini aku ingin membersamainya. Semampuku... (red. Seseringnya... hehe).

Semnas FE UNY adalah “batu loncatan” untuk bisa ke yogya lagi. Kali iini aku punya istilah baru, “new york” alias new yogkarto. Lucu juga ya. Dan akhirnya aku bisa bersama pak KDY, pak JK, dan mbak tyas dalam kegiatan semnas ini, yang telah dipromosikan sama prof. Kirno dari UNY di grup WA Aprodiksi. Karena ke yogya, ya harus ke sardohoharjo ngaglik, dekat Merapi View. Ya, ke #pakfari.

Berangkatnya aku ikut mobilnya pak KDY. Setelah satu jam menunggu, akhirnya kami berangkat juga dari GSG Unnes. Pak KDY kelupaan membawa oleh-oleh untuk prof. Slamet UNY. Akhirnya menunggu cukup lama, putranya menyusulkan oleh-oleh itu. Kami berhenti di jembatan muntilan untuk sarapan pagi, tepatnya di warung makan Purnama, spesial pecel wader. Padahal aku sudah lapar dari tadi. Tahan, tahan, dan tahan. Dan menu “wader” akhirnya terlahap walau tak habis. Biasa, kalau makan mesti gitu.. maaf ya, aku kan makan secukupnya. Perjalanan pun berlanjut. Waktu telah menunjukkan 08.43. kami harus bergegas, karena pak JK telah memberikan kabar Seminar telah dimulai.

Sekira jam 10 kami akhirnya sampai FE UNY dan kami pun mengikuti seminar dengan baik. Dengan baik ya, lebih banyak mendengarkan daripada ngobrol. Selepas makan siang dan shalat dhuhur, aku dan pak JK berbagi tugas. Karena ke UNY banyak misi. Pak JK juga mau beli jurnal terakreditasi. Aku bantu menyampaikan oleh-oleh ke prof. Slamet. Dan pak KDY plus mbak Tyas yang mengikuti sesi paparan makalah. Aku dan pak JK pun bergegas melaksanakan tugas. Hmmm... mencari alamat prof. Slamet ternyata sulit. Muter-muter dulu baru ketemu. Padahal dekat sekali dengan FE UNY, malah kita jauh kesana, mengikuti petunjuk mbak google maps. Lega sudah. Dan aku pun kembali ke kampus untuk mengikuti kegiatan. Sampai kampus, ternyata pak KDY sudah selesai dan sedang mengurusi sertifikat. Karena aku sudah memberikan kabar kalau mau mampir di ngaglik, akhirnya pak KDY pulang ke Semarang lebih dulu dengan pak Gijana. Maafkan aku ya pak...

Sakit gigi... ya, aku merasakan sakit yang wow di hari itu. 23 April 2016. Saat berangkat, sakit gigi itu sebenarnya telah berasa. Tetapi aku tak menyangka rasa sakitnya luar biasa di siang hari. Karena tak kuat menahan rasa, saat seminar aku minta obat herbal yang kemarin tak kasihkan pak JK. Dan masih belum mempan. Puncaknya saat makan siang selepas dari prof. Slamet, di warung itu, rasa sakitnya luar biasa.... saaaakkiittttt....  sampai aku tak konsen ketika diajak ngobrol sama pak Gijana.
Dan hilang rasa sakitnya, ketika kegiatan seminar telah usai. Seminarnya kali ya... membuat sakit gigi ku kambuh.. hahaha... enggak lah. Pukul 15.30 setelah selesai dari kampus FE UNY, aku dan pak JK berpisah dengan mbak Tyas. Kami melanjutkan perjalanan. Aku dibawa pak JK ke masjid Syuhada yang legendaris itu dan ke pasar klitikan, tempat favorit pak JK. Melalui jalan kecil dan banyak, pak JK membawaku ke jl. Kaliurang untuk menikmati bakso. Sebelumnya mau menemui bu redi yang kebetulan mengantar keponakannya latihan tenis tidak kesampaian.

Mungkin mau ketemu #pakfari, mungkin lo... rasa sakit itu mulai tak kurasakan. Bahagia, gembira mungkin. Atau efek obatnya sudah berasa? Aku pernah menggunakan obat itu, tapi tak secepat itu efeknya. Dulu, gigi kanan, kali ini gigi kiri. Lengkap sudah.

Dan pukul 17.30 kami sampai ke istana #pakfari. Pak JK ikut menghantarkan sebentar dan langsung berpamitan. Si farrel ternyata tidak tahu kalau aku akan ke rumah dan menginap. Melihat aku yang mengetuk pintu, si farrel senang sekali kelihatannya. Pak Ahmad yang datang. Hehe... kok pak Ahmad? Ya, aku mengenalkan diri dengan #pakfari dengan nama “ahmad”. Aku paling suka dipanggil itu. Ada sejarahnya juga. Selepas pak JK pamitan, aku mengobrol sebentar dengan #pakfari. Dan aku pun dipersilahkan ke kamar dan mandi sore.  Kala itu aku melihat si farrel sholat maghrib di ruang nonton tv dan  #pakfari sholat maghrib di kamar depan. Tentunya ibu shalat di kamar utama.

Mandi sudah, shalat maghrib pun sudah. Handuk itu menemaniku lagi. Dan memang #pakfari baik hati. Meminta farrel mengambilkan handuk. Dan aku pun merasakan aura kamar itu. Malam itu aku dapat tidur nyenyak tidak seperti bulan sebelumnya. Walau aku nglilir pukul 02.00 dan akhirnya aku mantau perkembangan pertandingan si biru alias la beneamata yang akhirnya memenangkan pertandingan 3-1 vs Udinese. Si farrel lagi suka mainan alat tensi. Dan aku pun diukur tensinya sampai tiga kali. Dan malam itu aku ketahuan berapa berat badanku. Ditimbang sama si farrel. 48 kg, lumayan. Sedangkan si farrel 60an kg. Hehe...

Mie Pasar Baru Jakarta, rumah makan tempat kami menikmati makan malam. Tempat favorit si farrel dengan mie ayam putihnya. Enak nggak ya? Aku tak begitu memperdulikan kuliner. Bisa makan bareng sama #pakfari sekeluarga, itu sudah sangat cukup. Aku anak desa, tak biasa makan di rumah makan atau restoran. Kebetulan, perutku juga masih kenyang. Seharian makan. Di kampus tadi pun aku makan sangat sedikit, karena sakit gigi.. seperti biasa, minta tolong sama petugas untuk mengambil foto di rumah makan itu. Aku duduk bersebelahan dengan farrel. Posisi yang berbeda dengan dulu, di nasi uduk. Kali ini aku lebih sering menemani si farrel termasuk ketika di mobil. Aku tak memesan nasi, hanya ayam goreng nanking kalau tak salah, yaitu ayam dan cumi-cumi digoreng kremes. Dan ternyata banyak sekali. Untungnya semuanya mau, jadi aku tak beban. Si farrel suka sekali, dan pengin pesan lagi kalau ke sini. Karena aku tak pesan nasi, sepertinya #pakfari dan ibu “kasihan”. Dan #pakfari pun membagi nasinya untuk ku. Ah, #terharu. #pakfari berbagi nasi denganku. Selesai sudah santapan makan malam itu diselingi obrolan tentang artikel jejak, belimbing dan jambu demak, dan lainnya. Kami pun pulang.




Sesampainya di rumah, kami bertiga nonton tv. Ceritanya pengin nonton bola. Setelah satu jam menunggu, pertandingan liverpool pun mulai. Aku duduk di tengah, #pakfari di sebelah kiri dan si farrel di kanan. Menonton tv diselingi obrolan hangat. Dan aku lihat #pakfari mulai mengantuk. Aku penginnya ditawari “tidur” terlebih dahulu, karena sebenarnya aku juga mengantuk. Nonton the reds juga tidak terlalu suka. Lebih suka mantau si biru dan si putih via the score di hape. Si farrel pun telah masuk kamar utama, karena ingin nonton anak jalanan sinetron favoritnya.

Aku dan #pakfari masih nonton tv di tengah. Dan baru kali itu, aku tahu bahwa #pakfari itu minus dan plus dalam penglihatannya. Sehingga kalau nonton tv sebenarnya tidak jelas jika tidak memakai kacamata. Lihat orang kalau tak biasa atau “asing” ya nggak akan kenal siapa yang dilihat. Pantesan, tadi agak ragu dengan pak JK. Kayaknya yang dulu pernah kesini, dan memang demikian. #pakfari menceritakannya. Dan akhirnya aku tahu ada kacamata latihan/fokus. Bukan minus ata plus. Dan ketika aku pakai, memang rasanya beda ketika melihat tv. Semakin jelas karena fokus. Kalau kacamata asli #pakfari aku tak berani makai, kan minus plus. Nanti sakit mataku kalau aku pakai. Yup, suasana berdua inilah yang aku harapkan. Seperti anak dan bapak yang sedang bercerita. Aku merasakan “kurang” dalam hal ini. Aku tak kan berani menyalahkan bapak ibuku. Memang aku anak desa, tak dibesarkan dalam kemanjaan. Bapak ibuku mendidikku untuk dewasa, termasuk kakak-kakakku.

Bercerita, ngobrol, dengan kedekatan hati dan perasaan. Itulah yang aku rasakan ketika membersamai #pakfari. Dan inilah yang akan selalu aku rindukan. Aku telah mengenal banyak “bapak”. Dan #pakfari ini berbeda. Aku “punya” #pakaw denga khasnya. Aku punya #sanggurutimur dan #sanggurubarat untuk mengobrol. Atau aku juga punya #sanggurutimurjauh. Tapi #pakfari punya kekhususan dalam hal ini. Semuanya baik, tapi aku bisa merasakan hal yang beda. #pakfari asli kalimantan, mungkin ini yang sangat membedakan. Pokoknya aku suka. Aku suka. Sekali lagi, kerinduanku “komunikasi” antara bapak dan anak, itulah yang mendorongku.  Bukan yang lain. Semoga aku bisa mempraktikannya dengan bapak ibuku, di sana, di kendaldoyong. Aku tak bisa melakukannya; menceritakan apapun, menanyakan sesuatu pada beliau. Aku sedih.... sedih...

Dan akhirnya kami masuk ke kamar masing-masing. #Pakfari ke kamar depan dan telah mematikan lampu. Dan aku pun ke kamar. Lampu kumatikan juga. Dan tidurlah aku...
Seperti biasa, aku selalu “nglilir” sekira jam 02.30 an. Dan biasa, karena hari minggu aku buka hape dan aplikasi score. Waduh, Inter ketinggalan 0-1 dari Udinese. Tetapi the blues, madrid, dan city meraih kemenangan. Nggak papa lah, waktu masih berjalan. Semoga Inter nanti menang juga. Terbangun, aku menuju kamar mandi, pipis lah. Dan kulihat #pakfari tidur sendirian di kamar depan itu, seperti 3 pekan lalu. Aku suka ngintip ternyata. Aku hanya melihatnya tidur pulas. Dan aku pun melanjutkan tidurku. Shubuh menyapa, kutunaikan sholat. #pakfari dan keluarga masih terlelap. Aku berkaktivitas seperti biasa, buka aplikasi score, fb, dll. Inter menang 3-1! Si jojo buat 2 gol. Sembari menunggu #pakfari bangun aku leyeh-leyeh dan terlelap.

Sekira jam 06 kurang 15 an suara si farrel telah terdengar dan mengajakku jalan-jalan pagi. Dan kulihat #pakfari baru tunaikan shalat shubuhnya. Lebih rajin aku kan... suatu saat nanti, akan aku ajak sholat berjamaah. Dan kutunjukkan aku bisa ngaji. Si farrel inginnya naik sepeda dan memintaku juga. Tetapi karena #Pakfari berjalan, aku juga jalan kaki tanpa alas/sandal. Sekalian latihan kan. Jalan-jalan pagi ini sedikit berbeda rutenya. Di pertigaan itu, kita belok ke kiri bukan ke kanan yang menuju sungai. Berjalan bersama, #pakfari bercerita tentang kampungnya, tentang perumahan itu. Di persawahan desa sebelah biasanya bisa melihat gunung merapi. Sayang, pagi itu masih terselimut kabut. Dan sang merapi pun tak terlihat. #pakfari masih memegang dan memijit kedua pipinya sebagai penyembuhan. Di saat pulang ke rumah, #pakfari mengambil air embun di pematang sawah untuk diusapkan di kedua pipinya. Aku hanya menjadi saksi bisu. Doaku, semoga engkau lekas sembuh.




#pakfari mengajak kami ke SGPC untuk tempat sarapan. Aku tak tahu dimana itu, pokoknya ikut saja. Dan ternyata di dekat komplek  Peternakan UGM. Warung makan “sego pecel” itu adalah legenda, sejak lama. Pecel? Makanan favoritku. Dan habislah di piring itu kecuali sedikit sambalnya. #pakfari bercerita tentang masa kuliahnya dulu dan makannya selalu di SGPC yang dulu sangat dekat dengan tempat kuliah. SGPC; the legend!

Aku mulai berancang-ancang untuk berpisah. Ya, #pakfari akan kondangan di hari minggu. Aku diajak. Tapi, aku tak punya baju batik lagi. Setelah sarapan pagi, aku kian tahu apa yang dilakukan oleh #pakfari sebagai proses penyembuhan. Mulai meletakkan air panas dalam botol ke pipinya, penyinaran pakai alat, dan juga latihan mengangkat barbel. Penginnya ikut mijitin, tapi aku masih lalu. Jika tadi malam ngobrolnya di depan tv, pagi itu kami bercanda ria di meja makan. Ternyata, #pakfari suka makan kwaci matahari. Hahaha...

Perpisahan pun terjadi. Aku tak bisa ikut kondangan. #pakfari mengantarku ke terminal jombor. Di sanalah kami berpisah, kurang lebih pukul 11. Dan bus Ramayana membawaku pulang ke semarang.

Demikianlah, kisah silaturahim ku yang "kedua" di istana #pakfari. Semoga selalu terjaga tali silaturahim ini. Sampai kapanpun. insyaAllah...

pagi sekali, di ruang berkaca itu...  26042016:07.23 ku menyelesaikannya.

Tidak ada komentar: