Kamis, 12 Februari 2009

Masalah Sebenarnya

Beberapa waktu lalu, sungguh telah di hadapan pandangan, fenomena yang jua mengiris hati. Seorang perempuan “nekad” naik mall yang tinggi dan memutuskan untuk terjun. Apa tujuannya? Bukan tak lain; Bunuh Diri!!! Kenapa? Tidak mampu menghadapi masalah besar “utang”.

Cerita lain, ketika ditanya seseorang tentang masalah apa yang paling besar dihadapi, sebagian dari kita akan menjawab, masalah akan timbul ketika kita tidak mempunyai uang, sehingga tidak akan bisa makan dan menyambung hidup di hari esok. Sebagian lain menjawab, masalahnya ketika kita tidak bekerja. Kita tidak akan dapat uang dan akhirnya tidak bisa makan. Hampir sama jawabannya. Ataukah ada jawaban lain? Atau mungkin akan menjawab, ketika kita tidak bisa meraih apa yang sudah kita rencanakan, entah terkait dengan pekerjaan atau hubungan dengan orang lain.

Benarkah masalah di atas adalah masalah besar kita sesungguhnya? Sehingga ketika kita berhadapan dengan masalah itu, tak cukup luas otak kita untuk berpikir. Hingga solusi yang diambil kerap tidak rasional. Bunuh diri, anarkhis pada orang lain, mencuri dan lain sebagainya. Atau malah dengan solusi putus asa. Diam sejuta bahasa. Mutung, tidak mau mengerjakan apa-apa.

Masalah memang selalu kan kita hadapi. Masalah kecil, besar yang bisa jadi karena ulah kita atau disebabkan oleh orang lain baik sengaja ataupun tidak. Namun, menurut salah seorang Ustadz (yang aku lupa namanya), bahwa masalah sebenarnya kita adalah “Masalah kita adalah ketika kita tidak bisa masuk syurga”… ehm… woow… terbesitkah kalimat itu di hati kecil kita?

Tidak punya uang, tidak bisa makan, tidak punya pekerjaan, bukanlah masalah sebenarnya, kata ustadz itu. Kita akan menghadapi masalah besar ketika kita tidak bisa masuk syurga. Artinya kita akan masuk neraka. Hal ini kerap tidak terlintas dalam benak kita. Karena memang ukuran yang sering kita jadikan adalah materi. Bukannya menuduh, memang kita sangat menyukai dunia materialitas. Dan masyarakat kita sungguhlah demikian. Mereka mengukur sesuatu hanyalah pada ukuran materi, yang terlihat dengan mata. Bukan ukuran lain yang lebih hakiki.

Bagaimana supaya kita tak menghadapi masalah sebenarnya tadi? Artinya bagaimana kita bisa masuk syurga. Bukan pekerjaan gampang memang. Allah tidak akan seenaknya memberikan hadiah “syurga” keapda makhlukNya yang tidak punya prestasi apa-apa di dunia ini. Syurga bukan diberikan bagi orang kaya. Bukan! Syurga juga bukan diberikan kepada orang miskin! Tetapi syurga diberikan kepada mereka yang sanggup menyerahkan diri dengan sebenar-benar penyerahan. Bukan orang kaya yang tidak punya jiwa sosial dan tidak tahu bersyukur. Bukan orang miskin yang hanya pandai mengeluh.

Sungguh, kita bisa menuju ke arah sana. Berkumpul orang shalih jua akan berefek positif. Artinya kita akan mendapatkan pancaran kebenaran dari orang shalih. Cara lain, tentu kita harus senantiasa memperbaiki keimanan dan ketakwaan. Dan upaya-upaya lainnya yang diridhai. Wallahu a’lam.

2 komentar:

Wahyu's write mengatakan...

setiap tulisan adalah makna dalam diri.
berikan semangat pada pembaca

ahmadin mengatakan...

terima kasih mbak atas nasihatnya.
ni lagi belajar nulis...
salam kenal...